1. Perbandingan Cyber Law, Computer Crime Act (malaysia) ,Council Of Europe Convention On Cyber Crime
Cyber Law
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, Internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini .
yuridis, cyber law tidak sama lagi dengan ukuran dan kualifikasi hukum tradisional. Kegiatan cyber meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata.
Secara garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu:
- Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
- On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
- Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
- Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
- Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.
Asas-asas Cyber Law
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu :
- Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
- Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
- Nationality yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
- Passive nationality yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
- Protective principle yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah,
Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang
menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan
batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat
yang hanya dibatasi oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang
cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online)
phenomena and physical location.
Computer crime act (Malaysia)
Tingkat penyalahgunaan jaringan internet di Indonesia sudah mencapai
tingkat yang memprihatinkan. Akibatnya, Indonesia dijuluki dunia sebagai
negara kriminal internet. Karena itu, tak heran, apabila saat ini,
pihak luar negeri langsung menolak setiap transaksi di internet
menggunakan kartu kredit yang dikeluarkan perbankan Indonesia.
Maraknya kejahatan di dunia maya (cyber crime) merupakakan imbas dari kehadiran teknologi informasi (TI), yang di satu sisi diakui telah memberikan kemudahan-kemudahan kepada manusia. Namun demikian, di sisi lainnya, kemudahan tersebut justru sering dijadikan sebagai alat untuk melakukan kejahatan di dunia maya (cyber crime) seperti yang sering kita saksikan belakangan ini.
Pornografi, penggelapan, pencurian data, pengaksesan ke suatu sistem secara ilegal (hacking), pembobolan rekening bank, perusakan situs internet (cracking), pencurian nomor kartu kredit (carding), penyediaan informasi yang menyesatkan, transaksi barang ilegal, merupakan contoh-contoh cyber crime yang sering terjadi dan merugikan banyak pihak.
Oleh karena itu, untuk mencegah merajalelanya cyber crime, maka perlu dibuat aturan hukum yang jelas untuk melindungi masyarakat dari kejahatan dunia maya. Bahkan, dengan pertimbangan bahwa pengembangan teknologi informasi dapat menimbulkan bentuk-bentuk kejahatan baru, terutama dalam penyalahgunaan teknologi informasi, akhirnya pada 4 Desember 2001 yang lalu, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mengeluarkan resolusi No. 55/63.
Maraknya kejahatan di dunia maya (cyber crime) merupakakan imbas dari kehadiran teknologi informasi (TI), yang di satu sisi diakui telah memberikan kemudahan-kemudahan kepada manusia. Namun demikian, di sisi lainnya, kemudahan tersebut justru sering dijadikan sebagai alat untuk melakukan kejahatan di dunia maya (cyber crime) seperti yang sering kita saksikan belakangan ini.
Pornografi, penggelapan, pencurian data, pengaksesan ke suatu sistem secara ilegal (hacking), pembobolan rekening bank, perusakan situs internet (cracking), pencurian nomor kartu kredit (carding), penyediaan informasi yang menyesatkan, transaksi barang ilegal, merupakan contoh-contoh cyber crime yang sering terjadi dan merugikan banyak pihak.
Oleh karena itu, untuk mencegah merajalelanya cyber crime, maka perlu dibuat aturan hukum yang jelas untuk melindungi masyarakat dari kejahatan dunia maya. Bahkan, dengan pertimbangan bahwa pengembangan teknologi informasi dapat menimbulkan bentuk-bentuk kejahatan baru, terutama dalam penyalahgunaan teknologi informasi, akhirnya pada 4 Desember 2001 yang lalu, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mengeluarkan resolusi No. 55/63.
Council of Europe Convention on Cybercrime
Merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang
bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya,
dengan mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerjasama
internasional dalam mewujudkan hal ini.
Counsil of Europe Convention on Cyber Crime merupakan hukum yang mengatur segala tindak kejahatan komputer dan kejahatan internet di Eropa yang berlaku pada tahun 2004, dapat meningkatkan kerjasama dalam menangani segala tindak kejahatan dalam dunia IT. Council of Europe Convention on Cyber Crime berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI) pada intinya memuat perumusan tindak pidana.
Council of Europe Convention on Cyber Crime juga terbuka bagi bagi Negara non eropa untuk menandatangani bentu kerjasama tentang kejahatan didunia maya atau internet terutama pelanggaran hak cipta atau pembajakkan dan pencurian data.
Kesimpulan perbandingan dari ketiganya yaitu cyber law merupakan seperangkat aturan tertulis yang dibuat negara untuk menjamin aktivitas warganya di dunia maya, sanksinya dapat berupa hukuman, pelarangan dan lain-lain. Dalam kenyataannya cyber ethics dapat menjadi suatu alternatif dalam mengatur dunia cyber, meskipun tidak menutup kemungkinan cyber ethics menjadi cyber law, hal ini tentu berulang kepada kita sendiri. Sedangkan Computer crime act adalah undang-undangnya, dan Council of europe convention on cyber crime merupakan salah satu organisasinya.
Cyberlaw adalah hokum yang ada diindonesia dalam mengani segala tindak kejahatan internet maupun jaringan komunikasi.
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang dikeluarkan oleh Negara Malaysia tentang undang-undang ti pada tahun 1997 tentang tindak kejahatan internet dan pelanggaran hak cipta
Council of Europe Convention on Cyber Crime (Dewan Konvensi Eropa Cyber Crime) adalah konvesi perjanjian internasional yang mengatur segala tindak kejahatan internet atau hak cipta serta penegakkan hokum dan menjalin kerjasama internasional.
2. UU No. 19 tentang hak cipta ketentuan umum, lingkup hak cipta,
perlindungan hak cipta, pembatasan hak cipta, prosedur pendaftaran HAKI
Bab 1 mengenai Ketentuan Umum, pasal 1
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama -sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya, dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
Ketentuan Umum
Pada dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 butir 1).
Prosedur untuk pendaftaran HAKI yang telah diberlakukan Dirjen diantaranya :
- · Mengisi formulir pendaftaran ciptaan rangkap empat
- · Surat permohonan pendaftaran
- Bukti prioritas asli
- Bukti biaya permohonan paten
- Pemohon juga wajib melampirkan surat kuasa, apabila permohonan pendaftaran paten diajukan melalui konsultan selaku kuasa. Surat peralihan hak, apabila permohonan diajukan oleh pihak ain yang bukan penemu. Deskripsi, klaim, abstrak serta gambar masing-masing ragkap 3.
- Terdapat syarat dalam penulisan deskripsi, klaim dan abstrak seperti diketik dikertas HVS, setiap lembar deskripsi, klaim, dan gambar diberi nomor urut angka arab dan lain-lainnya. · Permohonan pemeriksaan substantive diajukan dengan cara mengisi formulir yang telah disediakan dengan melampirkan bukti pembayaran biaya permohonan sebesar Rp. 2.000.000-,
3. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan telekomunikasi, penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah an, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan teknologi informasi dan penyiaran sehingga dipandang perlu mengadakan penataan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.
UU nomor 36 yang mengandung 64 pasal dan 19 bab tentang telekomunikasi merupakan undang-undang yang mengatur segala jenis penyelenggaraan penggunaan telekomunikasi di Indonesia, yang mana penyelenggaraannya yang saya ketahui dari berbagai sumber ada 3 yaitu, penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan jasa telekomunikasi dan penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
Tujuan Penyelenggaraan Telekomunikasi
Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian dapat dicapai, antara lain, melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah. Dalam pembuatan UU ini dibuat karena ada beberapa alasan,salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi dan untuk manjaga keamanan bagi para pengguna teknologi informasi.
4. UU tentang Informasi dan transaksi Elektronik (ITE) peraturan lain yang terkait (peraturan bank Indonesia tentang internet banking)
Pokok pikiran dalam undang-undang informasi dan transaksi elektronik diantaranya terdapat pada undang-undang no 11 tahun 2008 dan pasal-pasalnya dari pasal 8 sampai 13, yang isinya mengenai pengakuan informasi, bentuk tertulis, tanda tangan, bentuk asli & salinan, catatan elektronik, pernyataan & pengumuman elektronik. Sedangkan untuk transaksi eletronik terdiri dari pasal 14 sampai 21, yang isinya mengenai, pembentukan kontrak, pengiriman & penerimaan pesan, syarat transaksi, kesalahan transkasi, pengakuan penerimaan, waktu, lokasi pengiriman & penerimaan pesan, notarisasi, pengakuan & pemeriksaan, dan catatan yang dapat dipindahtangankan.
Internet Banking (e-banking) adalah salah satu pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet. Bank penyelenggara e-banking harus memiliki wujud fisik dan jelas keberadaannya dalam suatu wilayah hukum. Bank Indonesia tidak memperkenankan kehadiran bank visual dan tidak memiliki kedudukan hukum. E-banking dipandang bank Indonesia merupakan salah satu jasa layanan perbankan, sehingga bank bersangkutan harus memiliki jasa layanan seperti layaknya bank konvensional.
Oleh karena itu, perbankan harus meningkatkan keamanan e-banking seperti melalui standarisasi pembuatan aplikasi e-banking, adanya panduan bila terjadi fraud dalam e-banking dan pemberian informasi yang jelas kepada user.
Ketentuan/peraturan untuk memperkecil resiko dalam penyelenggaraan E-banking, yaitu:
- Surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang penggunaan teknologi system informasu oleh bank.
- Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen.
- Ketentuan Bank Indonesia tentang penerapan Prinsip mengenai nasabah
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP tanggal 20 April 2004 tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet
Sumber :
https://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_19_Tahun_2002
https://ganjarsayogo.wordpress.com/2016/05/03/peraturan-dan-regulasi-ruu-tentang-informasi-dan-transaksi-elektronik-ite-peraturan-lain-yang-terkait-peraturan-bank-indonesia-tentang-internet-banking/
http://andrie07.wordpress.com/2012/05/08/perbandingan-cyber-law-computer-crime-act-malaysia-council-of-europe-convention-on-cyber-crime/
http://bsi133d07-04.blogspot.com/p/cyber-law.html/
http://fikri-allstar.blogspot.com/2011/11/peraturan-dan-regulasi-uu-no-
36_16.html
http://dikyrosyadi.wordpress.com/2010/03/30/uu-no-36-tentang-telekomunikasi/
http://tmy-remind.blogspot.com/2011/03/penjelasan-uu-no36-tentang.html
http://denysetia.files.wordpress.com/2011/09/uu-36-1999-telekomunikasi.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar